Minggu, 15 Juli 2007

Manajemen Berbasis Sekolah

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH






BAB I
PENDAHULUAN


A . Latar Belakang

Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum otonomi daerah maupun sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah ( M B S ).
MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola proses belajar mengajar bagi asiswa.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu manajemen sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprehatinkan.
Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainya terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika sekolah sendiri pasif dalam arti tidak punya kreativitas.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.

B.Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat.

C.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah
tentang sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang
akan dicapai.


BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN

A. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah

Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagai konsekwensi logis bagi manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlu dilakukannya penyesuaian terhadap manajemen paradigma lama menuju manajemen paradigma baru yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis Pergeseran paradigma pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN 1999 ” mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas sehat, disiplian, bertanggung jawab, trampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.”Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mempersiapkan SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.
MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya dalam arti yang mengetahui perkembangan sekolah baik di bidang mutu maupun lainya tergantung pada sekolah dan masyarakat partisipannya. Kepala sekolah merupakan orang yang paling tahu tentang prestasi guru-gurunya, kekurangan buku, sarana-prasarana yang menyangkut proses pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekolahnya.
Salah satu cara menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demoktratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah guru, dan masyarakat adalah peran utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputuisan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah., karena mereka adalah pembayar pendidikan baik melalui uang sekolah maupun pajak sehingga sudah sewajarnya sekolah bertangggung jawab kepada masyararakat.Bentuk stakeholder masyarakat tersebut adalah Dewan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan di tingkat kota/kabupaten Kemandirian sekolah sangat diharapkan oleh pemerintah terutama pada kebijakan desentralisasi pendidikan.Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan diperlukan program yang sistematis dengan melakukan ” capasity building ”Untuk melakukan kegiatan ” capasity building ” perlu tahapan-tahapan agar arahnya terarah dan terukur . Ada empat tahapan yang perlu dilalui untuk kegiatan tersebut . Masing-masing tahap pengembangan dilakukan terhadap setiap kelompok satuan pendidikan yang mempunyai karateristik yang setara. Capasity building dilakukan untuk meningkatkan ( up grade ) suatu kelompok satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Keempat tahap tersebut adalah:
Tahap Pra format, ialah tahap dimana satuan pendidkan belum memiliki standar formal pendidikan masih belum terpenuhi sebagai sumber-sumber pendidikan dan perlu ditingkatkan ke tahap berikutnya.
Tahap Formalitas, ialah sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan secara minimal. Satuan pendidikan tersebut sudah memiliki standar teknis minimal seperti kualifikasi guru, juimlah dan kualitas ruang kelas, kualitas buku serta j7umlah kualitas pendidikan lainnya. Dengan capasity building sekolah dapat meningkatkan kemampuan administratur dan pelaksanaan pendidikandan dapat meningkatkan pembelajarannya lebih kreatif dan inovatif. Jika satuan pendidikan tersebut sudah berhasil ditingkatkan lagi ke tingkat transsional. Keberhasilan tersebut dapat diukur dengan standar pelayanan minimum tingkat sekolah, terutama menyangkut output pendidikan seperti penurunan tingkat putus sekolah, mengulang kelas , kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta tingkat melanjutkan sekolah.
Tahap Transisional, ialah satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal. Meningkatkan kreativitan guru , pendayagunaan perpustakaan, sekolah secara optimal.
Tahap otonomi, pada tahap ini dapat dikatakan sekolah sudah mencapai tahap penyelesaian capasity building menuju profesionalisme pendidikan ke pelayanan pendidikan yang bermutu.Satuan pendidikan sudah dianggap dapat memberikan pelayanan di atas Standar Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab terhadap klien serta stakeholder pendidikan lainnya.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma itu antara lain:
1. Melaksanakan program menjadi merumuskan/melaksanakan program.
2. Keputusan terpusat menjadi keputusan bersama/partisipatif.
3. Ruang gerak terbatas menjadi ruang gerak fleksibel.
4. Sentralistik menjadi desentralistik.
5. Individual menjadi kerjasama
6. Basis birokratik menjadi basis profesional
7. Diatur menjadi mandiri
8. Malregulasi menjadi deregulasi
9. Informasi terbatas menjadi informasi terbuka
10.Boros menjadi efisien
11.Pendelegasian menjadi pemberdayaan
12 Organisasi vertical menjadi organisasi horizontal

Pada paradigma lama, tugas dan fungsi sekolah hanya melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program yang dibuat sendiri oleh sekolah.

B. Konsep Dasar MBS

MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang
undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah langsung terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karateristik yang harus dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya yang meliputi komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap tahap pendidikan input, prose dan outputnya.
Pada hasil pendidikan (output ) diharapkan mendapatkan prestasi akademik dan non akademik. Prestasi akademik misalnya NEM, lomba karya ilmiah, olympiade, siswa berprestasi. Sedangkan non akademin berupa kesenian, olah raga, kejujuran, kerajinan, pramuka dan lain-lain.

Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada :

1. Proses Belaja Mengajar yang efektifitasnya tinggi .
Proses belajar mengajar yang menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama dan
belajar menjadi diri sendiri.
2. Kepemimpinan sekolah yang tangguh.
Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang tangguh , kuat dan
mampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.
3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.
4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif .
Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan, pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.
5. Sekolah memiliki budaya mutu.
Sekolah memiliki kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atau
sanksi, warga merasa aman, warga sekolah merasa memiliki sekolah.
6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak.
Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompok
tertentu yang dapat menghambat kemajuan sekolah.
7. Sekolah memiliki kewenangan.
Kewenangan sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan orang
lain . Kepala sekolah mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yang
lebih baik.
8. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan sekolah yang
paling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik.
9. Keterbukaan ( transparasi ) manajemen.
Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan masyarakat terutama
komite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan anggaran
( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutama
menyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutin
sekolah .
10.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah
Perubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih baik. Perubahan tersebut dapat
berupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non akademik.
11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan.
Evaluasi bukan sekedar untuk memenuhi daya serapp siswa menerima pelajaran.
Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur untuk meningkatkan mutu sekolah pada
proses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus selalu melaksanakan evaluasi
secara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk siswa demi
peningkatan mutu di sekolah.
12.Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutama
menyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari ke
sekolah – sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lain
menjemput bola demi kemajuan sekolah.
13.Sekolah memiliki komunikasi yang baik.
Sekolah memiliki komunikasi yang baik terutama antara warga sekolah.Kebersamaan
antar warga sekolah dapat mengantar sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. Contoh
Kelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.
14.Sekolah memiliki Akuntabilitas.
Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan
program sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang harus dilaporkan
kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program,
pemerintah dapat menilai apakah program MBS dapat mencapai tujuan atau tidak.
Jika mencapai tujuan maka diberi penghargaan atau sebaliknya jika tidak berhasil
perlu diberikan sanksi atau teguran atas kinerjanya yang tidak memenuhi syarat.
Sedangkan para orang tua murid dapat memberikan penilaian terhadap program MBS
yang dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya atau kinerja sekolahnya. Jika ber-
hasil orang tua dapat memberikan dorongan dan semangat kepada sekolah,atau se-
baliknya jika tidak berhasil orang tua dapat meminta pertanggung jawaban dan pen-
jelasan sekolah atas kegagalan yang telah dilakukan.
Pada input pendidikan,

1. Pendidikan memiliki kebijakan, tujuan dari sasaran program yang jelas.
Kebijakan tujuan dan sasaran sekolah harus disosialisasikan kepada semua warga
sekolah,sehingga tertanam pemikiran,tindakan,kebiasaan dan karakter yang kuat o- leh warga sekolah.
2. Sumber daya yang tersedia.
Sekolah harus memiliki sumberdaya yang kuat baik sumberdaya manusia maupun
sumberdaya lainnya berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain-lain.
3. Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.
4. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
Kepala sekolah memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai prestasi
serta anak didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk
berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
5. Fokus pada pelanggan
Anak didik merupakan fokus utama semua kegiatan proses pembelajaran yang dikerah-
kan di sekolah dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan kepuasan siswa
6. Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan manajemen yang dibutuhkan sekolah akan membantu
kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.

C. Fungsi- fungsi Pendidikan yang Didesentralisasikan

Perencanaan dan Evaluasi
Pengelolaan kurikulum
Pengelolaan PBM
Pengelolaan Ketenagaan Proses Prestasi
Pengelolaan Keuangan Belajar Siswa dan
Pengelolaan layanan siswa Mengajar Tamatan
Pengelolaan hungan sekolah
dan Masyarakat
Pengelolaan iklim sekolah


Masukan pendidikan Proses pendidikan Hasil pendidikan


BAB III
PELAKSANAAN

A. Rasional

Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap sekolah. Ada empat halm pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan MBS
1. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.
2. Kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan dengan tuntutan MBS.
3. Peran sekolah menjadi sekolah yang mandiri dan bermotivasi diri tinggi.
4. Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

B. Tahap-tahap pelaksanaan MBS

1. Sosialisasi.

Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat
melalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja.
Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyelenggarakan MBS.
b. Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumber
daya yang cukup mendasar.
c. Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-program
penyelenggaraan MBS.
d. Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasis
sekolah.
e. Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung penerapan
MBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang menerapkannya.
f. Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,
rencana, dan program-program sekolah.

2. Identifikasi Tatangan sekolah

Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang, contoh hasil prestasi akademik dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber dari hasil sekolah yang dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas, produktivitas, efektivitas, dan efisien.

3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.
V i s i
Setiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang :
a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu
perumusan misi sekolah.
b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa.
c. Gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah agar sekolah yang bersang-
kutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan
butuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah tak harus sama dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak menimbulkan aneka tafsir. Misalnya Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa.

M i s i

Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi semua warga sekolah yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi sekolah ” Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan misi sebagai berikut :
* Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa sesuai potensi
masing- masing.
* Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
* Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga
dapat dikembangkan secara optimal.
* Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga budaya
bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.

T u j u a n

Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah ditetapkan.

S a s a r a n

Sasaran adalah penjabaran tujuan : yaitu suatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibanading tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi.Sasaran harus dibuat spesifik, terukur jelas kriterianya dan disertai indikator-indikator yang rinci, dan mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah.

4. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan
Fungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu tingkat kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.

5. Analisis SWOT
Analisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk mencapai sasaran
yang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Fungsi yang memadai sebagai kekuatan dan fungsi yang kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk faktor
internal dan ancaman.

6. Alternatif Pemecahan Masalah
Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun ancaman, agar menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor lain yang menjadi kekuatan atau peluang.

7. Rencana dan Program Sekolah
Rencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk dukumen untuk menggambarkan langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam pelaksanaan.

8. Implementasi Rencana dan Program Sekolah
Dalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.

9. Evaluasi Pelaksanaan
Sekolah harus melakukan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek ( akhir semester ), jangka menengah ( satu tahun ), jangka panjang uantuk mengetahui seberapa jauh program sekolah memenuhi tuntutan pasar. Hasil evaluasi dibuat laporan meliputi laporan teknis yang menyangkut program pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan keuangan tentang penggunaan uang serta pertanggungjawabannya.

10. Sasaran Baru
Hasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang. Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.

C. Tugas dan Fungsi Sekolah

Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di sekolah masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :

1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua unsur
sekolah
2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan di
luar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.
3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien
4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk mencapai
sasaran MBS
5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian
sasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran baru pro-
gram MBS tahun-tahun berikutnya.
6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap
7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak yang
berkepentingan.
Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan MBS perla dilakukan monitoring dan evaluasi dengan tujuan dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan baik pada tingkat sekolah, dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten, dinas propinsi maupun pusat.
Monitoring menghasilakn informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
Dengan monitoring sdan evaluasi kita dapat melihat apakah MBS benar-benar mampu menyelenggarakan sekolah dengan baik khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Monitoring hádala statu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Fokus monitoring pada pelaksanaannya. Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi masukan ( umpan balik ) bagi perbaikan pelaksanaan MBS baik pada konteks, input, proses, output maupun dampaknya.


BAB IV

P E N U T U P

A. Kesimpulan.

1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan
menekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua warga sekoalh dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola
sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-
program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.
3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat
kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi dan
penyempurnaan.
4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM )
Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas Pendidikan
Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integral
pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di
sekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaa
dalam penyelenggaraan sekolah.

B. Saran
1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menuju
Manajemen Berbasis sekolah pperlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundang
undangan.
2. MBS diharapkan tidak disalah gunakan dalam artian memberi peluang terhadap keinginan/ambisi baik individu maupun kelompok unttuk menguasai/mengelola sekolah menurut kemauannya sendiri tanpa memperhatikan dan mengakomodasi aspirasi dan partisipasi warga sekolah dan masyarakat.



Daftar Pustaka.

PPN dan Bank Dunia, 1999 School Based Management, Jakarta BPPN dan Bank
Dunia.

Depdiknas, 1999, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal
Landas, Jakarta: Depdiknas.

Jalal,Fasil dan Supardi, Desi, 2001 Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi
Daerah, Yogjakarta, Adi Cita.

Toha, 1995 Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali.

Sidi Indrajati,2000 Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan
Bandung, UPI

Undang-undang No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2001 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah , Jakarta, Direktorat SLTP.

Suryadi,Ace, 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru,
Bandung , Genesindo.

5 komentar:

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

makasih banyak ya, by rahmat mahasiswa Universitas Islam Negri Jakarta

Ryant mengatakan...

makasih banyak ya...atas infonya....ni sangat bermanfaat

widi erdian mengatakan...

thnx ya gan